oleh

Mengenal Neron, Kopi dan Tradisi

BENGKULU. RP – Tradisi lokal yang khas dengan citra rasa berbeda yakni KOPI NERRON yang bersal dari nama seseorang yang sekarang ini menjadi tradisi terpopuler. Tradisi tersebut mungkin terpinggirkan adalah tradisi generasi kuno, namun mulai dihidupkan kembali demi merawat tradisi. Terdisi tersebut hanya ada di lingkungan Danau Dendam Tak Sudah dengan dinaungi komunitas BERENDO.
Berawal dari postingan salah seorang sahabat yang bercerita tentang Kopi Nerron, yang baru kami ketahui adalah sebuah tradisi ngopi serta ngeteh gratis bersama, sembari berbagi cerita serta melhat pemandangan danau dendam tak sudah.

Tak butuh lama bagi kami merasakan hangatnya tradisi Nerron, Dedy Suryadi dan Zhuan Julian yang bisa dikatakan sebagai penggiat Neron ini sudah menyuguhkan kopi dan teh, adapun peralatan untuk meracik dan menikmati Neron yang khas, yakni khas dari Batok Kelapa yang telah didesain khusus.

“Bikin sendiri,” kata tuan rumah. Ya meracik sendiri kopi yang akan kita minum menjadi salah satu kekhasan tradisi Neron,”kata Dedy Suryadi yang akrab disapa Sucenk Bae. Senin (30/10)
Dedy Suryadi yang akrab disapa Sucenk Bae inipun bercerita tentang sejarah singkat Neron. Ternyata Neron merupakan nama seseorang yang tinggal di wilayah Dusun Besar, yang pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai peramu gula merah. Setiap hari dia menyisakan gula merah untuk dinikmati bersama-sama secara gratis. Selanjutnya Neron sempat berubah makna, menjadi sebuah kepedihan.
“Neron berubah makna, Neron lebih pengenalan minum teh dari daun kopi, sambil menggigit gula merah, pada zaman penjajahan Kolonial Inggris. Zaman tanam paksa kopi, dimana penduduk dilarang makan buah kopi, hanya daunnya saja yang diperbolehkan,”jelas Sucenk.
Keluar dari zaman kepedihan, Tradisi Neron dimaknai sebagai perayaan kemenangan, dengan ngopi ngeteh bersama sembari berbagi cerita dan gratis. Kini Sucenk dan penggiat wisata yang tergabung ke dalam Komunitas Berendo ini berinisiatif menghidupkan kembali tradisi tersebut di Danau Dendam Tak Sudah.
“Kita kembalikan lagi ke sebuah peristiwa budaya yang kita angkat, bagaimana secara sejarah Neron itu gratis, dari sejarah pertamanya adalah ketika dia membuat gula merah terus disisakan untuk diminum bersama. Itu kita mulai hadirkan Neron gratis setiap hari Minggu di Danau Dendam, akan rutin dan seterusnya, yang kita undang seluruh masyarakat Kota Bengkulu, untuk bagaimana kita mempunyai destinasi wisata Danau Dendam Tak Sudah, sebagai masyarakat yang sadar akan wisata membantu peran pemerintah,” kata Sucenk.
Ke depan Neron ditargetkan menjadi ikon wisata di Danau Dendam Tak Sudah, selain Anggrek Pensil.
“Targetnya Neron akan menjadi sebuah ikon, karena dalam sebuah cakupan wilayah wisata itu ada ikon yang ditonjolkan, nah kita masukkan Neron menjadi ikon Danau Dendam Tak Sudah. Selain ikon Danau Dendam adalah Anggrek Pensil, kita juga mengangkat sebuah tradisi yang hadir di sini,” harap Sucenk.
“Dengan Neron menjadi ikon, harapan kita Neron hanya ada di Danau Dendam, setiap pengunjung kita giring merasakan kekhasan Neron, jadi wisatawan tidak hanya menikmati keindahan Danau Dendam Tak Sudah saja, tapi merasakan sesuatu yang berbeda,” lanjut Sucenk.
Tak hanya itu, alat peracik kopi, gelas dan peralatan lainnya yang terbuat dari batok kelapa, yang menjadi ciri khas Neron akan dijadikan souvenir.
“Ini akan kita jadikan semacam souvenir, ketika ada tamu dari luar dia itu membawa Neron (ole-ole) ke kampungnya, bukan hanya membawa cerita tapi bukti bahwa ada sebuah tradisi di Kota Bengkulu,” ujar Sucenk, yang juga menyampaikan hal ini masih menjadi problem karena kesulitan mencari bahan (batok kelapa khusus) untuk produksi souvenir.
Lebih lanjut diakui Sucenk belum ada komunikasi dengan pemerintah terkait upaya merawat tradisi ini.
“Kalau untuk sekarang kita belum lakukan komunikasi dengan pemerintah, karena kita mau tunjukkan dulu sebagai masyarakat, ini yang kami kerjakan dari masyarakat. Tanpa ada embel-embel yang kami bisa lakukan saat ini seperti ini. Ketika kami sudah berjalan setengah tahun, mungkin setahun, baru kami akan mengajukan ke pemerintah. Kami mau tunjukkan bukti dulu, baru kami minta sumbangsih atau sebagainya nanti,” ungkap Sucenk.
Smentara itu, Tokoh Muda Bengkulu Wahyu Manuma Utama (WMU) mengapresiasi upaya Komunitas Berendo yang memberi perhatian khusus terhadap Tradisi Neron. Sebuah tradisi ngopi ngeteh bersama sembari berbagi cerita dan gratis.
“Apalagi tradisi ini ikut menunjang destinasi wisata Danau Dendam Tak Sudah,” kata WMU saat berkunjung langsung ke Sekretariat Berendo di Danau Dendam Tak Sudah.
Diakui WMU, ia ke sini setelah mendapatkan informasi tentang Neron di media sosial. Berangkat dari rasa ingin tahu dan mau mencicipi langsung ngopi Neron, ia pun meluangkan waktu ke sini.
“Apa yang telah dilakukan teman-teman Berendo dalam merawat tradisi Neron harus didukung. Banyak hal yang bisa kita lakukan, contoh kecil memviralkannya di media sosial,” tutur WMU.
Menurut Pengusaha Advertising ini, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi Neron ketika dilestarikan akan memperkuat identitas Kota Bengkulu dan Danau Dendam Tak Sudah sebagai destinasi wisata.
“Selama inikan kalau ada acara-acara semuanya terpusat di kawasan pantai, nah dengan adanya Neron semoga menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Danau Dendam Tak Sudah, tinggal bagaimana lagi elemen-elemen terkait merumuskan ini dan memberi support pengembangan Danau Dendam,” ujar WMU.
(Ads)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *