oleh

Terkait Demo Dana Hibah di Kejati, Ketua FPR : Mahasiswa Lebih Bijak Menyampaikan Aspirasi

ReferensiPublik.com – Baru-baru ini Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bengkulu mendemo Kejati Bengkulu mempersoalkan hibah Rp 11 miliar dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu, Selasa (4/5/2021).

Lalu Kejati Bengkulu kembali didatangi Kader Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMl) Bengkulu melakukan hearing, Rabu (5/5/2021) dengan persoalan yang sama yakni meminta Kejati menolak dana hibah tersebut.

Dalam hearing itu, Kejati memnyampaikan bahwa yang menerima dana hibah dari Pemkot Bengkulu tidak hanya Kejati saja tetapi instansi vertikal lainnya juga dapat, Kejati juga menyayangkan sikap para mahasiswa, karena hanya Kejati saja yang menjadi sorotan soal dana hibah tersebut.

Kejati juga menegaskan pihaknya belum bisa memberikan keputusan menolak atau tidak, karena hal tersebut harus didasari keputusan bersama.

Selain itu, Kejati juga menyampaikan hibah yang diberikan bukanlah berupa uang tetapi berupa pembangunan gedung yang tujuannya untuk pelayanan terhadap masyarakat Bengkulu.

Kejati menyarankan agar hal tersebut dipertanyakan langsung ke Pemkot selaku pemberi hibah, selain itu juga disarankan untuk menanyakan ke instansi vertikal lainnya yang menerima hibah.

Mengenai hibah itu, Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Provinsi Bengkulu Rustam Efendi menilai selagi itu untuk kepentingan publik atau kepentingan umum tidak masalah.

Sementara mengenai aksi mahasiswa yang hanya dilakukan di Kejati Bengkulu Rustam Efendi menilai ada polisitisasi dan seharusnya mahasiswa lebih bijak.

“Adik-adik mahasiswa juga harus bijak, kalau memang mau demo, demo di depan Korem tu, di Polda, di Polres, karena bukan hanya Kejati yang menerima, kalau memang berani,” ungkap Rustam Efendi.

Terkesan Ditunggangi

Rustam Efendi mengungkapkan, jangan sampai aksi maupun hearing yang dilakukan seolah-olah penggiringan opini di Kejati. Meskipun begitu, Rustam Efendi juga mengingatkan Kejati, walaupun mendapatkan hibah harus tetap profesional dalam penegakkan hukum di Bengkulu.

“Apalagi adik mahasiswa ini dua kali berturut-turut dengan tuntutan yang sama, gak boleh lah begitu, seolah-olah ada yang menunggangi, jadi kalau memang adik-adik mahasiswa ini profesional seharusnya adik-adik tanya juga dengan Korem, tanya juga dengan Polda, dengan pihak Polres, jadi tidak tebang pilih,” terang Rustam Efendi.

Menurut Rustam Efendi, setau dia hibah yang tidak diperbolehkan ke instansi vertikal itu hibah berupa uang, tapi jika hibah itu berupa pembangunan gedung diperbolehkan, karena tentu untuk penunjang dan mendukung pelayanan publik dan penegakan hukum di Bengkulu.

“Dalam aturan yang saya ketahui boleh hibah pembangunan, di daerah lain sudah banyak terjadi, kecuali hibah uang memang tidak diperbolehkan instansi vertikal menerimanya, kalau hibah pembangunan dan fasilitas itukan untuk penunjang kinerja agar lebih maksimal ya boleh-boleh saja,” ucap Rustam Efendi.

Terpisah, demo dan hearing mahasiswa tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Yusliadi Sekretaris Keluarga Alumni KAMMI. Yusliadi menilai yang dilakukan mahasiswa itu membangkitkan sensitivitas sosial yang sekian lama tidak timbul. Namun ada beberapa isu strategis yang memang perlu dikritisi oleh mahasiswa yang manfaatnya lebih luas.

“Hari ini kita menguji sensitivitas sosial mahasiswa diuji didepan publik. Bagaimana mahasiswa memilah perkara yang lebih luas atau lebih sempit,” kata Yusliadi, Kamis (6/5/2021).

Yusliadi mengungkapkan, terkait dana hibah dari Pemkot Bengkulu ini merupakan pemerintah ke pemerintah yang tentunya mereka mempunyai sistem dan manajemen untuk mengelola dana hibah itu dan tentu akuntabilitasnya jelas.

Semestinya tidak perlu dicurigai karena hal yang biasa didalam pemerintahan. Apalagi untuk memperkuat lembaga-lembaga pondasi hukum di Bengkulu.

“Seharusnya mahasiswa harus tabayun, coba tanyakan kepada Pemkot Bengkulu. Apakah dana hibah itu menganggu kas Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) atau tidak?,” saran Yusliadi.

Yusliadi menuturkan, jika para Mahasiswa ingin menkritisi masalah dana hibah. Tentu ada dana hibah tidak perlu dikritisi dan ada dana hibah yang harus dikritisi. Hibah yang tepat dikritisi itu misalnya seperti dana hibah KONI yang sudah jelas kesalahan hukumnya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan sampai hari ini.

“Sekarang ada kasus dana hibah KONI sekitar 11 Miliar yang sudah jelas merugikan negara. Kenapa mahasiswa tidak mengejar kasus tersebut,” sesal Yusliadi.

Yusliadi menilai, tujuan dari hibah Pemkot ke instansi vertikal tentunya selain mendukung mengoptimalkan pelayanan terhadap masyarakat, tentu bisa juga salah satu langkah Pemkot untuk mempercantik wajah Kota.

“Apabila gedung instansi yang dapat hibah itu bagus tentu juga berpengaruh dengan wajah Kota. Contohnya seperti Gedung Pengadilan Negeri Bengkulu, lihat kemegahan dan keindahan gedungnya enak dipandang mata, dan ini tentu mempercantik wajah Kota karena gedung berada ditengah-tengah Kota,” tukas Yusliadi.

Yusliadi menambahkan, hibah boleh diberikan setiap tahun yang tidak bisa dilakukan hibah oleh Pemerintah Daerah tiap tahun dalam Permendagri adalah hibah dalam bentuk dana (Uang).

Pemberian hibah dari pemerintah daerah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri. Untuk hibah dalam bentuk uang mengacu pada ketentuan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang telah diubah terakhir kali dengan Permendagri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber APBD.

Sedangkan hibah dalam bentuk barang mengikuti Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Prinsip-prinsip yang perlu dipegang pada proses hibah dalam bentuk barang/aset tetap adalah kejelasan status kepemilikan aset baik tanah dan bangunan serta tujuan peruntukkan aset tersebut.

(**)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *