oleh

Senator Riri Imbau Praktek Mafia Tanah Segera Dientaskan

BENGKULU. RP – Pembentukan Tim Sapu Bersih (Saber) Mafia Tanah oleh Pemerintah diharapkan dapat memerangi praktek mafia-mafia tanah yang banyak bergentayangan di Indonesia. Namun adanya keluhan dari Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) kepada Komite I DPD RI belum lama ini mengundang keprihatinan para Senator RI.

Anggota Komite I DPD RI, Hj Riri Damayanti John Latief, mengatakan, bilamana Tim Saber Mafia Tanah dapat bekerja secara maksimal, semestinya keluhan-keluhan yang muncul dari kelompok warga masyarakat dapat segera direspon dan diselesaikan dengan cara yang baik.

“Saya minta Tim Saber dapat bekerja maksimal untuk menuntaskan kasus-kasus yang disampaikan FKMTI kepada DPD RI. Bila memang terbukti ada oknum-oknum Pemerintah yang berbuat curang, berikan sanksi secara tegas agar menimbulkan efek jera bagi para mafia tanah yang lain,” kata Senator Riri kepada jurnalis, Selasa (27/11/2018).

Mantan Pimpinan Sementara DPD RI 2014, 2016 dan 2017 ini berharap Tim Saber Mafia Tanah dapat melakukan investigasi secara khusus terhadap praktek kecurangan dari laporan-laporan yang ada sehingga jaringan mafia tanah ini dapat diberantas hingga ke akarnya.

“Tim Saber harus bisa bekerja dengan fokus agar bisa fokus menuntaskan berbagai konflik agraria yang terjadi Indonesia, termasuk di Bengkulu. Sudah banyak yang menderita atau hidupnya terkatung-katung. Negara harus memberikan kepastian hidup dengan adil kepada warganya,” tegas Senator Riri.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komite I Fahira Idris saat memimpin audiensi dengan FKMTI memaparkan bahwa saat ini banyak terjadi permasalahan perampasan hak atas tanah di Indonesia. Menurut Senator DKI permasalahan tersebut, kasus ini sudah sangat memprihatinkan.

Fahira membeberkan, lemahnya penegakan dan sistem pencegahan dari pemerintah terhadap sistem permasalahan tanah ini mengakibatkan praktek mafia tanah semakin berani.

“Saya minta FKMTI mengumpulkan semua bukti perampasan hak atas tanah, dibukukan, nanti kami akan bentuk tim analisis, dan setelah kami analisis akan kami lanjutkan dengan memanggil Kementerian Agraria, Kepolisian dan stakeholder terkait untuk mencari solusi bagi korban,” jelas Fahira.

Sementara Ketua FKMTI Supardi K. Budiardjo mengutarakan bahwa perampasan tanah ini sangat berbahaya, mereka mengambil tanpa lewat transaksi jual beli. Banyak Korban yang memiliki Surat Hak Milik tanahpun bisa kalah di pengadilan dan hilang kepemilikannya.

Ia berujar, mafia tanah menggunakan surat-surat yang tidak sesuai untuk merampas hak tanah lewat pengadilan.

“Orang mempunyai SHM yang sah dan mempunyai kekuatan hukum tetapi oleh oknum di gugat hanya dengan alas hak girik dan bukan sesuai dengan tanah itu dan anehnya dimenangkan oleh peradilan bahkan oleh BPN SHM itu dibatalkan, ini sungguh luarbiasa aneh,” ujar Supardi berapi-api.

Annie Sri Cahyani dalam audiensi menjelaskan bahwa pada tahun 2006 ia membeli tanah di daerah Tangerang yang sudah bersertifikat hak milik, sudah dicek lewat BPN, dan pada tahun 2007 sudah di balik nama, bahkan sudah di agunkan ke bank.

“Lahan yang sudah ber-SHM tapi dikalahkan di pengadilan oleh pengembang besar yang berbekal SHGB dengan obyek lahan yang sama. Padahal sampai saat ini saya masih membayar pajak atas tanah itu sampai sekarang. Saya sudah pernah mengadukan ke Ombudsman tentang maladministasi ini yang dilakukan oleh oknum pengembang dan BPN, sudah 10 tahun kami perjuangkan, kami minta pemerintah mendengar keluhan kami,” ungkap Annie.

Senator Lampung Andi Surya mengaku prihatin atas banyaknya persengketaan tanah atau bahkan bisa dibilang perampasan terhadap hak-hak yang harusnya dihormati oleh hukum negara dan komponen pemerintahan.

Padahal, Andi menekankan, dalam Undang-Undang Pokok Agraria sudah jelas disebutkan bahwa kedudukan SHM kuat dalam sisi hukum.

“Ini sama juga mencederai keadilan masyarakat, jika hukum tidak mampu memihak maka jalan lain yang ditempuh adalah lewat jalur politik, untuk memberi efek tekanan kepada praktik mafia tanah ini,” tegas Andi.

Dalam audiensi ini, FKMTI meminta penyelesaian terhadap kasus-kasus perampasan atas tanah yang terjadi serta dibentuknya suatu lembaga Ad Hoc untuk menyelesaikan permasalahan perampasan hak atas tanah ini melalui pengadilan agraria dan diselesaikan secara adil sehingga memiliki kepastian hukum.

(Ads)



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *