oleh

Ribuan Korban Likuifaksi Balaroa Gelar Demo Tolak Huntara

PALU, SULAWESI  – Ribuan masyarakat pengungsi yang mengatasnamakan Forum Korban Likuifaksi Balaroa menggelar demonstrasi menuntut dihentikannya Pembangunan Hunian Sementara (huntara) oleh pemerintah. Para pengungsi ini menggelar demo dari Balai Kota Palu, kantor DPRD Palu, kantor Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), dan berakhir di kantor DPRD Provinsi Sulteng, Senin (14/01).

Dalam demo tersebut, para korban likuifaksi mengungkapkan enam tuntutan kepada pemerintah Sulteng, khususnya menolak direlokasi ke wilayah lain dan menolak pembangunan hunian sementara (Huntara) serta menuntut segera dibangunkan Hunian Tetap (Huntap).

Abdurahman Kasim, Ketua Forum Korban Balaroa, meminta agar anggaran Huntara segera dikompensasi untuk korban likuifaksi Balaroa. Selain itu, pendistribusian logistik bagi para pengungsi Balaroa yang berbasis data valid dan santunan bagi korban harus segera direalisasikan.

“Sampai sekarang, Huntara bagi pengungsi Balaroa belum ada kejelasan dari pemerintah. Begitupun untuk Huntap,” ungkapnya disela-sela aksi.

Pengacara kondang ini menegaskan, jika tuntutan mereka tidak segera dipenuhi, maka para pengungsi Balaroa akan menuntut pemerintah terkait dengan jumlah pendemo yang turun akan bertambah.

“Jika tuntutan kami tidak segera direalisasikan maka kami akan menuntut pemerintah terkait. Sebab, mereka sudah melanggar UUD 1945. Dimana, pemerintah merupakan penganyom atau pelindung untuk masyarakat,” tegas Rahman.

Selain itu, Rahman juga mengatakan bahwa Gubernur Sulteng, Drs. Longky Djanggola, M.Si, juga telah berjanji dan meminta kotban tidak meninggalkan dirinya bekerja sendiri.

“Gubernur juga sudah berjanji kepada kami, para korban. Dan juga meminta kami (kotban, red) untuk tidak meninggalkan Gubernur bekerja sendiri. Nah, saat ini siapa yang meninggalkan? Justru kami butuh otoritas Negara yang ada di tangan Gubernur untuk memastikan pemulihan hak-hak korban Pasigala, khususnya kami di Balaroa”, lanjutnya.

Dikantor DPRD Sulteng, perwakilan dari para pengungsi diterima anggota DPRD Sulteng dari Partai Hanura, Erwin Lamporo, dan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Pasigala, Yahdi Basma, di ruang Baruga lantai 2 DPRD Provinsi.

Pansus Pasigala merupakan pansus yang diberikan mandat oleh Paripurna DPRD Sulteng untuk melakukan pengawasan atas penyelenggaraan penanggulangan bencana yg dilaksanakan oleh Pemerintah.

“Saya pastikan, aspirasi ini akan dikawal ketat oleh DPRD Sulteng. Saya juga telah diskusikan bersama ketua Dewan. Besok kami ada paripurna. Dalam paripurna tersebut, kami akan bicarakan kelanjutan dari tuntutan mereka,” kata Erwin, usai menerima para pendemo.

Sementara itu, Yahdi Basma, menegaskan bahwa dalam RDP (rapat dengar pendapat, red), Rabu (09/01) lalu, antara Pansus P3B (Pansus Pasigala) dengan Pemerintah Daerah, yang dihadiri Pemprov, Pemkab Donggala dan Sigi, terungkap bahwa dari target 1.200 unit huntara baru 400 unit yang terselesaikan.

“Dari diskusi yang berkembang dalam RDP ini memang sebaiknya kita mendesak Pemerintah Pusat untuk menghentikan pembangunan Huntara ini,” ungkapnya.

Anggota Fraksi Nasdem ini memaparkan dalam RDP ada beberapa fakta yang mengemuka, yakni para pengungsi atau korban likuefaksi dan tsunami sudah memiliki huntara sendiri (Tenda Seng) yang telah familiar mereka huni 3 bulan ini.

Kedua, huntara yang dibangun pemerintah dalam bentuk barak tersebut tidak tolerabel dengan kepala keluarga (KK) yang memiliki lebih dari empat anggota keluarga karena ukurannya yang sempit.

Ketiga, meberuskan pembangunan huntara sangat berpotensi korupsi dan pemborosan uang negara. Hal ini karena ditengarai nilai proyek per unit huntara tersebut berkisar 500an Juta. Namun yang tiba ditangan kontraktor pelaksana cuma 350 juta.

Keempat, pelaksanaan pembangunan huntara tidak partisipatif, termasuk pengusaha lokal yang kurang dilibatkan.

“Kan didaerah ada KADIN, GAPENSI, dan yang lainnya, seharusnya itu diberdayakan sebagai wujud komitmen kita untuk Pasigala Bangkit. Belum lagi pada aspek ramah kelompok rentan, perempuan, anak serta korban yg difabel (cacat)”, urai anggota komisi I DPRD Sulteng ini.

Saat berkesempatan dialog dengan pendemo, Yahdi kembali menegaskan pemerintah harus segera didesak dengan langkah Stop Huntara.

“Lebih baik uang negara itu dikompensasi menjadi cash work bagi pengungsi secara prioritas berdasar korban terdampak,” tegas Ketua Forum Korban Likuefaksi Petobo ini didepan pendemo.

7 orang pembicara dari delegasi Forum Balaroa dalam dialog yang berlangsung selama dua jam ini, masing-masing mengemukakan pendapatnya dan diakhiri dengan penyerahan resmi aspirasi mereka kepada Gubernur yang diwakili Kepala BPBD Sulteng, B. Tandigala, dan kepada DPRD Sulteng yang diterima Erwin Lamporo.

Usai menyerahkan secara resmi aspirasi, Yahdi Basma dan rombongan menemui massa yang berada diluar gedung guna menyampaikan hasil dialog tersebut.

(**)



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *