oleh

Fakta Dibalik Matinya Sejumlah Penyu Di Bengkulu

ReferensiPublik.com – Menindaklanjuti laporan masyarakat tentang penemuan kematian satwa liar yang dilindungi Undang-Undang berupa Penyu sejumlah 28 ekor,  Balai Konservasi Sumber Daya Alam  (BKSDA) Bengkulu telah menugaskan personil Resort Pantai Panjang Pulau Pulau Baai pada Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA untuk melalkukan pemeriksaan tempat kejadian kematian Penyu dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan.

Sejak April 2019 hingga Januari 2020, di perairan Pantai Teluk Sepang Kota Bengkulu telah terjadi lima belas kali penemuan kematian satwa liar yang dilindungi Undang-Undang berupa Penyu sejumlah 28 ekor.

Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam melakukan tindaklanjut terhadap terjadinya kematian penyu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Universitas Bengkulu (Unib), Polda Bengkulu, Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Dinas Perikanan Provinsi Bengkulu.

Kepala BKSDA Donal Hutasoit mengatakan, telah memerintahkan petugas Resort KSDA Pantai Panjang Pulau Baai Seksi Konservasi Wiilayah II, Tim Wildlife Rescue Unit dan Dokter Hewan untuk melakukan pemeriksaan pada beberapa ekor penyu yang ditemukan mati di Pantai Kota Bengkulu.

“Kita sudah melakukan pemeriksaan nekropsi (bedah bangkai), dan dilanjutkan dengan koleksi spesimen dari organ penyu. KAmi kirimkan sampel itu ke Balai Besar Penelitian Veteriner, Kementerian Pertanian dan LAboratorium PSSP ITB pada 5 Desember 2019 lalu untuk pemeriksaan Histopatologi dan toxicologi,” sampainnya, Jumat (31/01/2020), di Kota Bengkulu.

Setelah menyampaikan sample dan dilakukan penelitian lebih dari sebulan, maka hasil uji sampling mengeluarkan putusan seperti yang dikeluarkan melalui surat Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor B/16/PK.310/H.5.1/01/19/538 tanggal 20 Januari 2020.

“Diagnosa umum mikroskopis dari spesimen penyu yang telah dikirimkan Hepatitik Nekrosis parah, hepatitis, enteritis parah, haemonrrhagi, hemesiderosis, myopathy dan myosis. Maka kesimpulan dari hal tersebut yakni infeksi bakterial suspect Salmonellosis dan Clostridiosis,” sampainya.

“Hasil pengujian Nomor LB.19/538, Taxologi tidak menunjukan nilai yang mempengaruhi mortalitas,” ujar Donal melalui dokter spesialis hewan BKSDA, Erni Suyanti.

Selanjutnya, ditambahkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan, pihaknya telah mengambil sample air seperti yang diperkirakan bahwa perairan Bengkulu telah tercemar.

“Kita sudah mengambil sample Air di 10 titik mulai dari Sungai Air Hitam hingga Teluk Sepang, dan hasilnya sama. Memenuhi baku mutu berdasar ketentuan Permen LH Nomor 51Tahun 2004,”tambah Sorjum.

Kemudian, Kepala BMKG, Kukuh Budianto sendiri turut memaparkan andil dari perubahan suhu dan iklim di perairan Bengkulu.

“Anomali dingin di Perairan Bengkulu sebelah barat antara bulan September hingga Desember kurang dari ukuran normalnya 0.5 derajat celsius hingga 3 derajat celsius,” kata Kukuh.

Hal itu diperparah dengan berubah drastisnya suhu air dari dingin ke suhu panas dari bulan Desember  hingga saat ini.

“Apalagi sejak Desember turut serta ada fenomena pergerakan plankton berbahaya di wilayah ini,” sampai Kukuh.

Adapun 28 Penyu yang mati di perairan Bengkulu rerata berjenis kelamin Betina, di mana penyu tersebut memang sedang musimnya bertelur, hingga tidak menutup kemungkinan daya tahan tubuh penyu memang rentan terhadap perubahan suhu air.

Bangkai-bangkai penyu yang ditemukan tersebut semuanya sudah membusuk, diperkirakan kematian penyu telah lebih dari 48 jam sebelum ditemukan. Kondisi fisik bangkai penyu yang ditemukan sampah plastik deterjen, tali, fiter rokok, dan kayu pada saluran pencernaan, serta sebagian besar kondisinya sudah busuk dengan organ tubuhnya sudah hancur.

(Gs)

 



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *