oleh

Dewan Kota Sidak Warem Sungai Hitam, Heri Ifzan: Ini Ada Kesalah Pahaman

ReferensiPublik.com >> Anggota Dewan (DPRD) Kota Bengkulu yakni Ketua DPRD kota, Baidari Citra Dewi, Sudisman, Kusmito Gunawan, Rena Anggraini, Mardensi, Zulaidi, dan Iswandi, beserta anggota dewan lainnya menggelar inspeksi mendadak (Sidak) ke Terminal Sungai Hitam, tepanya di bekas warung remang-remang. Senin (15/7/2019).

Sidak tersebut guna melihat puing-puing bangunan warung remang yang dibongkar oleh Pemerintah Kota Bengkulu beberapa waktu lalu.

Heri Ifzan SE, dalam hal ini melihat ada kesalah fahaman yang dilakukan Pemkot, pasalnya sejarah bangunan tersebut didirikan menggunakan APBD, sehingga statusnya merupakan aset daerah.

“Ya buktinya ada, Surat Tanda Berhak Menempati (STBHM) yang sempat dimiliki masyarakat. STBHM ini diterbitkan ketika barang atau tempat yang ditempati masyarakat tersebut merupakan bagian dari aset daerah,”ucap Heri.

Ketika ini aset daerah, Lanjutnya, tentu ada aturannya seperti Permendagri nomor 19 tahun 2006, bahwa setiap penghapusan itu harus menerbitkan surat keputusan walikota.

“Nah, melihat hal seperti ini, apakah SK penghapusan aset itu sudah diterbitkan atau belum? Makanya sebelum barang ini dihancurkan, ini jadi pertanyaan,”ujar Heri.

Pihaknya menduga Pemkot belum mengeluarkan SK penghapusan aset tersebut, jika dibongkar maka termasuk dalam kasus pengerusakan aset daerah. Karena, dalam penghapusan aset itu DPRD wajib mengetahui tentang SK tersebut, namun sampai kini tidak ada keterangan apapun dari pemda kota. Maka dari itu pansus aset akan melakukan penelusuran mendalam terkait dugaan ini, sehingga bisa menentukan langkah apa yang akan diputuskan.

 “Kalau jumlahnya cukup banyak pedagang yang menempati lokasi ini sekitar 70 KK yang menempati, artinya ada 70 STBHM, berarti ada iuran bulanan yang wajib mereka bayar, tentu ini harus jadi pertimbangan sebelum dibongkar dulu,” ungkapnya.

Pembongkaran paksa ini, dilakukan Pemkot karena banyaknya laporan dari masyarakat setempat yang tidak nyaman dengan aktifitas di warung remang tersebut. Sebelum dibongkar, Pemkot juga telah melakukan bebagai peringatan kepada pemilik warung untuk tidak menyalahgunakan izin usaha itu menjadi tempat maksiat seperti berjudi, menjual minuman keras, dan prostitusi. Hanya saja, peringatan ini tak diindahkan oleh pedagang sehingga dilakukan pembongkaran paksa.

Heri menegaskan, jika alasan Pemkot karena bangunan ini disalahgunakan sebagai tempat maksiat, maka seharusnya tidak dibongkar tetapi dikosongkan dan disegel.

“Itu berbeda persoalan karena maksiat itu biasanya ada oknum, tidak semuanya seperti itu. Seharusnya dikosongkan dulu, bukan dihancurkan bangunannya,”pungkas Heri.

(Adv)



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *