oleh

Tahun Baru Imlek 2020, Riri: Semangat Toleransi Harus Terawat Khususnya Generasi Muda

ReferensiPublik.com – Semangat toleransi dan kerukunan umat beragama perlu untuk terus ditanamkan dalam diri setiap generasi, terutama generasi millenial sehingga rasa saling menghargai di tengah-tengah masyarakat dapat terpelihara secara berkelanjutan.

Hal itu dikemukakan oleh Senator Muda Indonesia, Hj Riri Damayanti John Latief kepada media mengenai perayaan Tahun Baru Imlek, Jumat (24/1/2020).

“Semangat toleransi harus terawat khususnya kepada generasi muda. Momen Tahun Baru Imlek ini momen yang bagus untuk meningkatkan toleransi. Semoga seperti di daerah lain, di Bengkulu perayaan Imlek tahun ini bisa menggerakkan roda ekonomi masyarakat tanpa membedakan suku, ras dan agama,” kata Riri Damayanti.

Kakak Pembina Duta Generasi Berencana BKKBN Provinsi Bengkulu ini menjelaskan, toleransi tersebut lebih-lebih sangat dibutuhkan pada tahun politik 2020 ini dimana mayoritas daerah di Bengkulu akan menggelar pemilihan kepala daerah serentak.

“Toleransi ini bukan hanya dalam hal agama, tapi juga politik, setiap orang harus menghargai pilihan politik masing-masing, saling menghargai, mengkritik dengan santun, tanpa lupa bersyukur atas kemajuan yang saat ini sudah banyak diraih,” papar Riri Damayanti.

Ketua Bidang Tenaga Kerja, Kesehatan, Pemuda dan Olahraga BPD HIPMI Provinsi Bengkulu ini menambahkan, Imlek dapat menjadi salah satu agenda wisata yang menyedot wisatawan bila dikemas dengan baik.

“Di Bengkulu warga Tionghoa jumlahnya tidak bisa dibilang sedikit. Dan mereka kompak. Kalau mampu dikemas dengan baik, Bengkulu bisa menjadi salah satu sasaran destinasi liburan wisatawan saat Imlek, minimal bisa jadi hiburan bagi warga di Provinsi Bengkulu,” ungkap Riri Damayanti.

Perlu diketahui, sejarah Indonesia tidak bisa terlepas dari sejarah Tionghoa. Pernah dilarang oleh Orde Baru, tradisi Imlek kembali diangkat oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur.

Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang muncul sejak zaman Majapahit membuktikan bahwa wawasan pluralisme telah mengakar dalam sejarah masyarakat Indonesia karena saat itu warga Tionghoa telah menjadi bagian yang integral dari masyarakat Nusantara.

Bahkan dalam sejarah, warga Tionghoa juga ikut ambil peran aktif dalam penyebaran Islam. Masjid Cheng Ho yang didirikan di Surabaya adalah salah satu bukti betapa Laksamana Cheng Ho, seorang muslim yang taat dari Suku Hui dalam pelayarannya ke Nusantara tidak hanya untuk berdagang dan berdiplomasi, tapi ikut menyabarkan Islam dan membangun pemukiman muslim Tionghoa.

Banyak warisan Tionghoa yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh rakyat Indonesia seperti baju koko, beduk di masjid, sampai ketupat sayur yang biasa disajikan saat Idul Fitri adalah beberapa entitas kebudayaan Tionghoa yang berbaur di tengah-tengah ajaran Islam dan Nusantara sendiri.

Termasuk bakso, siomay, pempek, mie pangsit dan banyak lagi adalah akulturasi kuliner Tionghoa yang kemudian dilestarikan oleh rakyat Indonesia.

Tak hanya sampai di situ, peran orang-orang Tionghoa melawan penjajahan pada masa kolonialisme, pra kemerdekaan, hingga era kemerdekaan cukup signifikan yang semua terbentang secara otentik dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(Ads)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *