oleh

Anggota DPRD Prov Muharamin Minta Pemprov Atasi Masalah Anjloknya Harga TBS

Dia berharap persoalan ini segera diatasi. “Terbaru saya dapat informasi turun sampai Rp 1.700 per/kg. Miris sekali,” kata wakil rakyat daerah pemilihan Mukomuko tersebut.

Dia menduga pihak pabrik  crude palm oil (CPO) mengambil kesempatan dalam pasca kebijakan larangan ekspor oleh pemerintah. Menurutnya, tidak harus harga TBS kelapa sawit diturunkan oleh pabrik CPO.

Dampaknya petani sawit dirugikan. “Banyak pengusaha pabrik CPO diduga mengambil keuntungan dari kebijakan ini,” kata Muharamin.

Dia berharap Pemerintah Provinsi Bengkulu segera mengatasi permasalahan tersebut agar tidak berlarut-larut. “Perlu duduk satu meja antara Pemprov, pengusaha, petani dan stakeholder lainnya,” tukas Muharamin.

Sementara itu Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah bakal menerbitkan Surat Edaran (SE) yang diharapkan dapat dipatuhi pabrik Crude Palm Oil (CPO) di Provinsi Bengkulu.

“Ada hal yang perlu kita luruskan terkait kebijakan Bapak Presiden tentang pelarangan ekspor yang berdampak terhadap anjloknya harga TBS kelapa sawit,” kata Rohidin.

Adapun ekspor yang dilarang Presiden itu yakni bahan baku untuk minyak goreng atau Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Olein. Jadi bukan CPO yang dilarang untuk diekspor.

Ia meluruskan bahwa pelarangan ekspor bukan untuk crude palm oil (CPO) tetapi refined, bleached, deodorized (RBD) palm olein atau bahan baku minyak goreng.

“Presiden bukan melarang ekspor CPO, tetapi melarang bahan baku minyak goreng (RBD palm olein, red ) itu yang dilarang untuk ekspor, sementara produk turunan dari TBS itu kan banyak, jadi bukan CPO nya yang dilarang,” jelas Rohidin.

Untuk itu pabrik tidak seharusnya menurunkan harga TBS secara sepihak karena CPO tidak dilarang untuk dilakukan ekspor. Melainkan RBD palm olein yakni bahan baku minyak goreng, Gubernur Rohidin mengungkapkan telah mendapatkan edaran dari Dirjen Perkebunan terkait hal ini.

“Pabrik harus mematuhi kesepakatan harga TBS yang sudah ditetapkan berdasarkan kesepakatan tim penetapan harga TBS pada tingkat Provinsi Bengkulu,” minta Gubernur.

Apalagi, pihaknya juga telah mendapatkan Surat Edaran (SE) dari Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) terkait anjloknya harga TBS ini.

Menurutnya, produk turunan TBS kelapa sawit itukan banyak, diantaranya CPO dan RDB Olein. RDB Olein inilah yang dilarang untuk diekspor, makanya perlu diluruskan. Sesuai dengan SE tersebut, pertama menyatakan yang dilarang ekspor itu adalah RDB Olein dan bukannya CPO.

Jadi pabrik CPO yang menurunkan harga TBS tidak bisa secara sepihak. Kemudian pabrik CPO harus tetap mematuhi kesepakatan harga TBS yang sudah ditetapkan tim penetapan harga TBS Provinsi Bengkulu.

“Kalaupun ada koreksi harga karena ada larangan RDB Olein atau bahan baku minyak goreng, maka penurunan harga TBS harus tetap proporsional. Yakni rasio penurunan berdasarkan produk TBS mana yang tidak boleh diekspor. Jadi kita pun menekankan agar pabrik CPO, khususnya di Provinsi Bengkulu dapat mengikuti SE itu,” tegas Rohidin.

Kemudian, SE yang akan diterbitkan isinya menindaklanjuti SE dari Dirjen Perkebunan tersebut, dan nantinya disampaikan kepada masing-masing pabrik CPO di Bengkulu.

“Tentu pabrik CPO diharapkan mematuhi SE itu, sehingga nantinya ekonomi masyarakat dan daerah tetap berjalan baik. Ketika ada pabrik CPO yang tidak mematuhi SE itu nantinya, maka kita bakal berkoordinasi dengan Bupati/Walikota yang memiliki wilayah dimana keberadaan pabrik CPO tersebut. Bisa saja nantinya ada bentuk sanksi administrasi yang diberikan,” jelas Rohidin.

(Adv)



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *