oleh

Yayasan PUPA : Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Masih Tinggi

ReferensiPublik.com – Yayasan Pusat Pendidikan dan Pemberdayaan untuk Perempuan dan Anak (PUPA), Senin pagi (24/2/20) telah merilis catatan tahunan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kota Bengkulu.

Sepanjang 2019, tercatat ada 24 kasus yang terjadi di Kota Bengkulu. Hal itu meningkat dibanding tahun 2018 lalu. Korban pun menyasar tamatan SMA, SMP, SD hingga mahasiswi.

Direktur PUPA Bengkulu, Susi Handayani mengungkapkan, bentuk kekerasan yang dialami oleh para korban juga bervariasi. Mulai dari penelantaran, kekerasan psikologis, kekerasan fisik, serta marital rape yang dibarengi dengan pembatasan ruang gerak istri dan kekerasan psikologis dari keluarga pelaku.

“Dilihat dari tingkat pendidikan, masing-masing korban sangatlah beragam. Mulai dari tidak sekolah, SD, SMP, SMA, bahkan Sarjana,” ujar Susi.

Di tahun 2019, perempuan yang menjadi korban kekerasan rentang usia produktif mencapai 12 korban, yakni 25 tahun hingga 40 tahun. Kemudian disusul korban pada usia diatas 40 tahun dan rentang usia 19-24 tahun.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan korban yang hampir seluruh pelakunya memiliki pekerjaan yaitu berdagang, bertani, buruh harian.

“Ketimpangan pekerjaan ini menyadarkan kita bahwa lapangan pekerjaan belum memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan, yang kemudian berujung pada nilai pendapatan perempuan. Hal ini membuat perempuan tidak memiliki kemandirian ekonomi sehingga amat rentan menjadi korban kekerasan,” sambungnya.

Sementara itu, Kepala UPTD PPA Kota Bengkulu, Ermawati menuturkan  berdasarkan data dari UPTD PPA Kota Bengkulu merilis ada sebanyak 14 kasus kekerasan yang terjadi di Kota Bengkulu sepanjang tahun 2019. Data tersebut dihimpun berdasarkan data korban yang mendapat pendampingan dari UPTD PPA Kota Bengkulu.

“14 orang itu adalah yang didampingi oleh UPTD PPA Kota Bengkulu. Kalau ada yang melapor ke UPPA Polres Bengkulu kita langsung ke polres, dalam artian kita jemput bola untuk dilakukan pendampingan terhadap korban. Tapi kalau mereka tidak mau didampingi, kita tidak akan memaksa,” ujar Ermawati.

(Mc)

 



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *