oleh

Meneguhkan Pancasila, Mengatasi Pandemi

ReferensiPublik.com – Sudah empat tahun berselang sejak 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila sekaligus hari libur nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016. Selama empat tahun itu pula, upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila selalu digelar secara normal layaknya sebuah upacara bendera.

Namun ada yang berbeda pada 2020. Di tahun kelima ini, upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila digelar secara virtual, mengingat Indonesia bersama banyak negara lainnya di dunia sedang menghadapi pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang mengharuskan adanya kebijakan jaga jarak (physical distancing) demi keselamatan dan kesehatan bersama.

Pelaksanaan upacara Peringatan Hari Kelahiran Pancasila di tengah pandemi jelas menguji daya juang Indonesia sebagai bangsa. Menguji pengorbanan, kedisiplinan, dan kepatuhan masyarakat Indonesia. Serta menguji ketenangan pemerintah dalam mengambil langkah dan kebijakan yang cepat dan tepat.

Dalam menghadapi semua ujian tersebut, Indonesia patut bersyukur bahwa Pancasila tetap menjadi bintang penjuru untuk menggerakkan bangsa ini. Menggerakkan persatuan dalam mengatasi semua tantangan. Menggerakkan rasa kepedulian sesama untuk saling berbagi. Memperkokoh persaudaraan dan kegotongroyongan untuk meringankan beban seluruh anak negeri. Serta menumbuhkan daya juang bangsa dalam mengatasi setiap kesulitan dan tantangan yang dihadapi.

Maka itu, Presiden Joko Widodo, saat memberikan amanat dalam upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila secara virtual dari Ruang Garuda Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (01/06/2020), meminta kepada seluruh komponen bangsa untuk menghadirkan secara nyata nilai-nilai luhur Pancasila, khususnya dalam rangka mengatasi pandemi Covid-19 secara bersama-sama.

“Pancasila harus terus menjadi nilai yang hidup dan bekerja dalam kehidupan kita. Nilai yang bekerja dalam kebijakan dan keputusan Pemerintah. Nilai yang hidup dan terus bergelora dalam semangat rakyat Indonesia,” tegasnya dalam upacara peringatan yang mengangkat tema “Pancasila dalam Tindakan Gotong Royong Menuju Indonesia Maju”.

Selain itu, Presiden juga mengajak seluruh penyelenggara negara, baik pusat maupun daerah, untuk terus meneguhkan keberpihakkan kepada masyarakat yang sedang mengalami kesulitan akibat pandemi, tanpa membeda-bedakan kelompok, ras, dan agama. Sebab, sudah merupakan kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Lebih lanjut Kepala Negara juga mengajak seluruh elemen bangsa di mana pun berada, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, untuk terus memperkokoh tali persatuan dan persaudaraan, saling membantu, saling menolong, dan saling gotong royong, serta selalu optimistis bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pemenang dalam menghadapi setiap tantangan yang menghadang.

“Kekurangan dan kelemahan tidak menghalangi kita untuk terus maju. Kekurangan dan kelemahan harus sama-sama kita perbaiki, harus kita jadikan momentum perubahan untuk memicu lompatan kemajuan agar kita jadi bangsa yang kuat dan mandiri, yang berdiri di atas kaki sendiri,” tuturnya.

Oleh karenanya, Presiden menegaskan bangsa Indonesia tidak boleh berhenti berkreasi, berinovasi, dan berprestasi di tengah pandemi Covid-19. Orang nomor satu di Indonesia itu pun mengajak seluruh masyarakat untuk membuktikan ketangguhan bangsa ini, memenangkan masa depan, dan mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa.

“Sebagai saudara sebangsa dan setanah air, mari kita terus perkokoh persatuan, mari kita peduli dan berbagi untuk sesama, mari kita tunjukan bahwa kita bangsa yang kuat, bukan hanya mampu menghadapi tantangan, tetapi bangsa yang memanfaatkan kesulian menjadi sebuah lompatan kemajuan,” tandasnya.

Turut hadir dalam upacara virtual ini antara lain Wakil Presiden Maruf Amin, Ketua Dewan Pengarah sekaligus Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua DPR RI Puan Maharano, Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju, pimpinan lembaga negara, kepala daerah, dan undangan lainnya.

Adapun Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bertugas membacakan Pancasila, Ketua DPR RI Puan Maharani bertugas membacakan Pembukaan UUD 1945, dan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bertugas membacakan doa.

Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila tetap diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19 tidak terlepas dari upaya untuk senantiasa mengingat sejarah kelahiran Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara. Rangkaian Peringatan Hari Lahir Pancasila merupakan bagian dari proses pembelajaran yang terus menerus agar Pancasila lestari dan selalu diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehari-hari.

Aktualisasi Pancasila

Sesuai tema tahun ini, nilai-nilai Pancasila dalam tindakan dan gotong royong menuju Indonesia maju nyatanya tidak akan lekang oleh waktu dan kondisi. Justru di tengah pandemi seperti sekarang, bangsa Indonesia harus menunjukkan kesaktian Pancasila dan memperkuat semangat gotong royong untuk mengatasinya.

Sudah tiga bulan kita dihadapkan pada upaya bersama menghadapi pandemi Covid-19 yang membuat masyarakat berada dalam situasi yang tidak nyaman dan penuh ketidakpastian. Hal tersebut tidak hanya dialami masyarakat di Indonesia saja. Pasalnya, hingga Senin (01/06/2020), Covid-19 telah menjangkit 213 negara dan wilayah.

Namun demikian, seperti yang disampaikan Presiden, Indonesia harus bersyukur memiliki Pancasila sebagai bintang penjuru yang tetap menggerakkan bangsa ini di tengah pandemi Covid-19. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila begitu nyata bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Tanah Air untuk meringankan beban sesamanya.

“Saat sulit terjadi, banyak yang dapat kita lakukan bersama, membagi susu untuk anak-anak dan berbagi masker untuk masyarakat prasejahtera,” ujar Liana Christianty, salah satu Ikon Prestasi Pancasila 2019, seperti dilansir Antara.

Ikon Prestasi Pancasila merupakan salah satu bentuk apresiasi yang diberikan oleh BPIP kepada para sosok yang berprestasi dan bisa menjadi contoh keteladanan dalam membumikan Pancasila ke kehidupan sehari-hari. Liana merupakan salah satu dari 74 ikon pancasila yang ditetapkan oleh BPIP pada tahun lalu.

Liana tidak sekadar berbicara. Ia dan teman-temannya secara berkala terjun langsung ke masyarakat bawah di lingkungannya di Surabaya, Jawa Timur, dengan memberikan penyuluhan serta bantuan pangan dan masker kepada para pemulung dan keluarganya yang kehilangan pencaharian sejak mewabahnya Covid-19.

Liana juga tidak sendirian. Di Semarang, Jawa Tengah, ada Budi Laksono yang melakukan gerakan setop corona dengan bagi-bagi gratis hand sanitizer ke relawan kesehatan, rumah sakit, dan juga masyarakat.

Kemudian juga ada ibu guru kembar Rossy dan Rian yang membantu anak-anak kolong jembatan untuk bersekolah dan pangan serta pelindung kesehatan di Jakarta.

Lalu dari Yogyakarta ada Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri yang memilih untuk menerapkan kerja dari rumah sesuai anjuran Pemerintah. Dari kediamannya ia tetap berkomunikasi jarak jauh dengan timnya di Jakarta. Pelatih yang berhasil memberikan gelar juara Piala AFF U-22 pada 2019 ini juga terus menjaga kebugarannya dengan melakukan olahraga setiap pagi dan sore. Ia ingin membuktikan bahwa Covid-19 tidak menyebabkan kegiatan terhenti.

Sementara dari Malang, Jawa Timur, ada Redy Eko Prastyo, pegiat Jaring Kampung Nusantara yang juga pengajar di Universitas Brawijaya. Redy secara aktif mengoordinasikan gerakan masyarakat untuk tidak takut melawan corona dengan membuat lagu “Tangguh” dan terjun langsung bergotong royong melakukan bersih-bersih kampung dan menyediakan perangkat cuci tangan di setiap RT.

Menurut Direktur Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP Aris Heru Utomo, berbagai kegiatan yang mereka lakukan di atas merupakan contoh kecil kegiatan yang membuktikan bahwa banyak sekali aktualisasi nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Kegiatan yang dilakukan tersebut merupakan wujud kemanusiaan yang adil beradab dalam hakikat yang sesungguhnya.

Kegiatan yang mereka lakukan menunjukkan kehadiran Pancasila dalam berbagai aktivitas anak bangsa. Mereka menguatkan Pancasila pada ruang-ruang keseharian, pada praktik-praktik aktual yang tampak di keseharian.

Adapun tantangan bagi Pancasila adalah beradaptasi terhadap penggunaan teknologi. Bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat dioperasikan dalam kehidupan keseharian sesuai perkembangan zaman. Untuk itu, nilai-nilai Pancasila perlu diaktualisasikan dalam perilaku keseharian yang dibumikan melalui berbagai proses pendidikan, baik di sekolah, keluarga, masyarakat, bahkan dunia maya.

Pada akhirnya, perilaku Pancasila dalam keseharian, tidak hanya saat menghadapi bencana seperti pandemi Covid-19, hanya bisa hadir dengan upaya keras dari segenap pihak yang menyadari bahwa kelima sila yang terkandung di dalamnya sangat penting dalam memandu langkah bangsa ini di masa kini dan masa depan.

RUU PHIP dan Komunisme

Sementara itu, guna menguatkan Pancasila sebagai ideologi bangsa, DPR RI telah memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembinaan Haluan Ideologi Pancasila (PHIP) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Menurut Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, RUU tersebut akan memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa dan tidak akan memberi celah bagi paham lainnya, termasuk komunisme seperti yang dikhawatirkan oleh sejumlah pihak yang merepons hadirnya RUU PHIP.

“Justru kita berharap RUU itu akan semakin memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa. Walaupun di dalamnya belum mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, bukan berarti menafikan keberadaan TAP tersebut,” jelasnya dalam keterangan tertulid di Jakarta, Jumat (29/5/2020).

Bamsoet, sapaan akrabnya, menilai TAP MPRS maupun RUU PHIP merupakan satu kesatuan hukum yang tidak terpisahkan sebagai pegangan bangsa Indonesia dalam menumbuhkembangkan ideologi Pancasila. Maka itu, dirinya memastikan bahwa tidak ada ruang bagi ajaran komunis maupun Partai Komunis Indonesia (PKI) kembali hidup di Indonesia.

Hal itu, menurut dia, mengingat dari segi regulasi hukum ketatanegaraan, Indonesia masih memiliki TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, serta pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia bagi PKI dan larangan setiap kegiatan untuk mengembangkan komunisme/marxisme.

“TAP MPRS Nomor XXV/1966 masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, tanpa disebutkan dalam RUU PHIP pun, organisasi terlarang ini dan ajaran komunisme tidak mungkin lagi dibangkitkan kembali dengan cara apa pun. Sidang Paripurna MPR RI/2003, MPR telah mengeluarkan TAP MPR Nomor I/2003 yang secara populer disebut dengan TAP Sapujagat,” jelasnya.

Bamsoet menjelaskan, hal ini karena TAP MPR Nomor I/2003 ini berisi Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR sejak 1960 sampai 2002. Setelah TAP MPR Nomor I/2003 ini diberlakukan, maka MPR sudah tidak lagi punya wewenang untuk membuat TAP MPR yang bersifat mengatur keluar (regeling).

Ia mengatakan, dari total 139 TAP MPRS/MPR yang pernah diberlakukan, semuanya dikelompokkan menjadi enam kategori. Pertama, sebanyak delapan TAP dinyatakan tidak berlaku. Kedua, tiga TAP dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan tertentu. Ketiga, delapan TAP dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil pemilu.

Keempat, 11 TAP dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang. Kelima, sebanyak lima TAP dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib baru oleh MPR hasil pemilu 2004. Keenam, sebanyak 104 TAP dinyatakan dicabut maupun telah selesai dilaksanakan.

Karena itu, menurut Bamsoet, MPR saat ini sudah tidak lagi memiliki wewenang untuk membuat ataupun mencabut TAP MPR. Maka, secara yuridis ketatanegaraan, pelarangan PKI dan ajaran Komunisme dalam TAP MPRS XXV/1966 telah bersifat permanen.

“Jadi TAP MPRS Nomor XXV/1966 itu masuk dalam kelompok kedua dan dinyatakan masih berlaku sehingga kita tidak perlu khawatir PKI bakal bangkit lagi,” tegasnya.

Di samping itu, ada juga regulasi lain yang mengatur soal PKI dan Komunisme, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara. UU tersebut memuat larangan menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan ancaman pidana penjara 12 tahun sampai dengan 20 tahun.

“Dengan demikian, tidak ada ruang bagi PKI untuk kembali bangkit kembali,” kata Bamsoet

(Ip)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *