oleh

Gelar Diskusi UU Omnimbus Law, K-SPSI Benteng Intip Pasal yang Dinilai Merugikan Pekerja

ReferensiPublik.com – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI) Bengkulu Tengah menggelar diskusi terkait Rancangan Undang-Undang Omnimbus Law (Cipta Kerja), dihalaman rumah Wakil Bupati Bengkulu Tengah, dengan tujuan memberikan masukan terhadap keinginan para pekerja yang tercantum dalam RUU Cipta Kerja tersebut, Selasa 25 Februari 2020.

Wakil Bupati Bengkulu Tengah mengatakan bahwa “Selaku mantan pengurus K-SPSI, sekaligus sebagai Wakil Bupati Bengkulu Tengah, pihaknya memiliki tugas untuk memfasilitasi keinginan dari Para pekerja dalam menyampaikan pendapat dan keinginan mengenai hak dan kewajiban pekerja yang tercantum dalam RUU Omnimbus Law Cipta Kerja.”ujar Wakil Bupati Bengkulu Tengah.

Terkait adanya Rancangan Undang Undang Omnimbus Law yang saat ini sedang dibahas di DPR-RI, Para pengurus Konfederasi, bisa menyampaikan dukungan ataupun keberatan yang tercantun dalam RUU tersebut. Sehingga hasilnya, bisa disampaikan kepada jenjang yang lebih tinggi.

Jika terdapat ketidaksetujuan dalam pasal-pasal yang ada dalam RUU tersebut  disampaikan secara kelembagaan, melalui jalur jalur yang benar. Karena, sejak berdirinya Kepengurusan K-SPSI hingga saat ini, K-SPSI Bengkulu Tengah tidak pernah melakukan kegiatan diluar aturan perundang-undangan.

Sementara itu Ketua KSPSI, Muhammad Ganti  mengatakan bahwa” Saat ini pemerintah sedang mengajukan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law, dalam RUU tersebut terdapat salah satunya peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan, Terdapat kegundahan dari para pekerja mengenai isi dari pasal-pasal dalam RUU Omnimbus Law Cipta Kerja yang mengangkut nasib para pekerja,” ungkap Muhammad Ganti.

Sementara Sekertaris K-SPSI Bengkulu Tengah, Haulan Ismadi mengatakan bahwa Rancangan Undang Undang Omnimbus Law, merupakan keinginan dari Pemerintah dibawah pimpinan Joko Widodo yang menginginkan penyederhanaan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.

“Selama ini, terdapat peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih antara satu dan  lainnya sehingga dengan adanya Omnimbus Law, peraturan yang tumpang tindih tersebut disederhanakan,” tambahnya.

K-SPSI telah merangkum beberapa pasal yang dinilai merugikan para pekerja, yaitu terkait jenis jenis pekerjaan yang dinilai bisa diberlakukan perjanjian kontrak atau pekerja dengan Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) sesuai pasal 59 Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 6/PUU-XII/2014 dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 7/PUU-XII/2014.

Selain itu, mengenai kewenangan Gubernur dalam menetapkan  Upah Minimum Provinsi (UMP) dan upah Minimim Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektor Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektor Kabupaten (UMSK), yang dihapuskan dalam RUU Cipta Kerja.

Kemudian, mengenai penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) /Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), RUU Cipta Kerja, tidak mencantumkan laju inflasi sebagai dasar penetapan besaran kenaikan upah para pekerja, akan tetapi penetapan dasar kenaikan upah, disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan ekonomi, sehingga jika pertumbuhan ekonomi suatu daerah minus, dipastikan Upah Para Pekerja, tidak naik, untuk itu diperlokan masukan agar RUU Omnimbus Law, bisa menguntungkan para pekerja.

(Jp)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *