oleh

OJK: Perbankan dan Fintech Tidak Perlu Saling Melemahkan

JAKARTA. RP – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perbankan harus lebih cermat dalam merespons kehadiran financial technology (fintech). Artinya ada manfaat yang bisa diambil dengan hadirnya fintech sehingga tidak perlu saling melemahkan.

“Sinergi akan menghasilkan hasil yang berlipat daripada saling melemahkan,” ujar Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar Kasan dalam diskusi “Mendorong Sinergi Lembaga Keuangan-Fintech” di Graha sawala.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (28/2), Munawar menyebutkan bahwa ada baiknya untuk perkembangan yang optimal kedepan, bank dan fintech harus saling berkerja sama. Apalagi kehadiran fintech sudah tidak bisa dihindari.

“Fintech lahir dengan semangat memberikan kemudahan akses layanan jasa keuangan yang lebih cepat dan lebih mudah,” tambahnya.

Lebih jauh di bidang ekonomi, Indonesia menghadapi permasalahan keterbatasan akses pada lembaga keuangan, khususnya perbankan. Misalnya, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tidak semuanya memilki akses pendanaan pada perbankan atau lembaga keuangan. Sehingga, peluang ini yang dilihat fintech jenis peer to peer (P2P) lending untuk memberikan pendanaan. Sisi inilah yang diyakini belum mampu dijamah bank-bank.

“Riset OJK 2016 menunjukkan bahwa, masih tingginya jarak pendanaan di Indonesia. Selain itu, belum seimbangnya aktivitas pendanaan antara provinsi, sekitar 60% pendanaan terkonsentrasi di Pulau Jawa,” ujarnya.

Data OJK hingga akhir 2018 total transaksi dari industri peer to peer landing mencapai Rp26 triliun, namun menurut OJK jumlah itu masih sangat kecil untuk menutupi gap kebutuhan pendanaan di Indonesia yang mencapai Rp1.000 triliun.

Dalam diskusi tersebut turut hadir Oki Sampurna selaku CEO Triplogic, Yefta Surya (Dirut PT Esta Kapital Fintek) serta M Faisal Jazuli (Senior VP Bank BNI).

Jumlah peminjam dana ke perusahaan financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending makin banyak. Dengan bertambahnya jumlah peminjam, fintech mulai berhati-hati dan selektif memilih nasabah. Alasannya, agar kredit macet (non-performing loan) tetap terjaga.

Direktur Utama PT Esta Capital Fintek, Yefta Surya, menjelaskan setahun beroperasi perusahaannya mencatatkan NPL sebesar 0,47% per Desember 2018 atau masih berada di bawah NPL industri serupa. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut NPL industri sebesar 1,45% per Desember 2018.

“NPL kita di akhir 2018 sebesar 0,47%. Tapi trennya agak turun. Ini mestinya diperhatikan karena makin banyak yang pinjam kita lebih hati-hati,” kata Yefta.

Sejak beroperasi mulai Februari 2018 silam, Esta Capital sudah menyalurkan dana kredit sebesar Rp33 miliar kepada 10.400 peminjam. Tahun ini rencananya nilai penyalurannya akan bertambah 3-4 kali lipat. Artinya, ditargetkan ada 30 ribu-40 ribu peminjam, kata Yefta

Guna selektif memilih nasabah, lanjut Yefta, pihaknya bermitra dengan dua perusahaan, yakni PT Esta Dana Ventura dan PT Esta Digital. Nasabah umum tidak bisa langsung meminjam uang ke Esta Capital sebelum melalui proses seleksi di Esta Dana Ventura.

Esta Dana Ventura, kata Yefta, memiliki 500-700 penagih utang (collector) yang seluruhnya wanita. Hal itu dilakukan karena hampir semua nasabah Esta Capital merupakan wanita. Sebelum melakukan peminjaman, melalui collector, nasabah akan dikumpulkan untuk membuat komunitas yang bisa menilai apakah orang ini layak diberi pinjaman.

“Seluruhnya wanita, kita enggak mau ada yang kasar-kasar. Tapi sebelumnya mereka juga buat komunitas sehingga pendekatannya beda. Melalui pertemuan itu kami menilai kira-kira orang ini akan patuh tidak,” tuturnya.

Penentuan bunga, kata Yefta, di fintech sebesar 0,8% per hari maksimum. Besaran bunga itu diatur atas kesepakatan dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Besaran bunga antar fintech saat ini juga berbeda-beda tergantung model bisnisnya.

Yefta menilai, saat ini masih terlalu dini untuk menilai cocok tidaknya penentuan besaran bunga di perusahaan fintech P2P lending. Posisi regulator, katanya, sulit karena tidak ingin menghambat inovasi tapi juga harus menjaga kelangsungan industri.

(**)



Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *