oleh

Mencari Rupiah dengan Merajut Jaring Ikan

INDRAMAYU. RP – Beragam aktivitas terlihat ketika menyisiri permukiman nelayan di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Di tengah teriknya matahari, tatapan mata tertuju pada nelayan yang duduk di bawah terpal  bolong, wajahnya yang berkeringat tampak menyala karena pantulan sinar matahari. Ternyata saat itu, seorang nelayan sedang memperbaiki atau merajut jaring ikan yang rusak.

Warsudi (58 Th), sudah hampir 18 Tahun menjadi buruh nelayan untuk memperbaiki jaring ikan yang rusak milik bos nelayan, karena terlalu seringnya digunakan saat melaut.

Dia mengaku dalam kehidupan sehari-hari hanya bisa mengandalkan ketekunan keterampilan melalui kenur (jaring) ikan untuk mencari rupiah. “Sudah lama menjadi perajut jaring ikan rusak ini, buat menyekolahkan anak dan kebutuhan hidup sehari-hari,” katanya saat dijumpai di Pantai Karangsong Kabupaten Indramayu, kamis (28/2).

Dalam menjalankan pekerjaannya sebagai buruh nelayan yang merajut jaring rusak, Warsudi hanya dibayar Rp100.000 per hari, dari pagi hingga sore. Namun pekerjaan ini didapatnya hanya sewaktu-waktu ketika cuaca perairan laut sedang dalam kondisi baik.

“Itu pun kalau cuacanya sedang bagus, kalau cuacanya buruk ya sepi karena nelayan semuanya tidak melaut, dan jaring yang rusak pun terkadang dikerjakan sendiri oleh para nelayan, jadi terpaksalah mencari pekerjaan lain,” katanya.

Jaring yang sudah diperbaiki kemudian dipilah kembali, agar hasil merajutnya rapi dan tidak ada yang terlewatkan. Namun faktor usia dan fisik menjadi persoalan bagi Warsudi untuk bekerja maksimal.

“Pekerjaan merajut jaring ini harus teliti yang sudah beres kita memilah kembali apakah ada jaring yang terlewatkan tidak dirajut, karena apabila kedapatan, maka bos nelayan akan marah, itu karena memang fisik sudah tua dan kemampuan kurang. Sehingga terkadang tidak maksimal dalam bekerja,” ungkapnya.

Meskipun demikian Warsudi tak kehilangan semangat untuk mencari nafkah untuk istri dan anak- anaknya, agar bisa sekolah dan menggapai cita-cita untuk mengangkat derajat, agar tak seperti dirinya yang hanya seorang buruh nelayan.

“Sebagai kepala keluarga kita sudah tahu yaitu harus bertanggung jawab, maka inilah pekerjaan saya sebagai buruh untuk menafkahi anak-anak dan istri bisa makan dan anak-anak bisa sekolah untuk menggapai cita-cita, tidak seperti ayahnya yang hanya seorang buruh nelayan,” pungkas Warsudi.

(Nang Toyib)


Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *